Sengketa Lahan di Palutungan Kembali Memanas, Pemda Kuningan Dituding Ingkari Kesepakatan

KUNINGAN, DjalapaksiNews – Sengketa lahan di Dusun Sukamanah, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, kembali menyeruak setelah Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dikabarkan berencana mengulas ulang status tanah yang sudah diakui sah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai milik pribadi.

Tanah yang digunakan sebagai akses jalan umum itu diketahui milik warga bernama Irene Lie, dengan legalitas penuh yang telah diakui melalui musyawarah resmi dan dokumen BPN. Namun, meski kesepakatan pada 26 Juni 2025 sudah menegaskan status tanah tidak lagi diperdebatkan, Pemda disebut ingin mengkaji ulang, langkah yang dinilai rawan mencederai asas kepastian hukum.

Kuasa pemilik tanah, Abidin, SE, menilai kebijakan tersebut justru memperlihatkan lemahnya konsistensi pemerintah dalam menegakkan prinsip hukum.

“Tanah itu sudah dikonfirmasi BPN sebagai sah milik Ibu Irene. Semua pihak sudah sepakat tidak memperdebatkan status, hanya membicarakan solusi win-win. Kalau Pemda mau mengkaji ulang, itu tidak berdasar,” tegas Abidin usai pertemuan dengan Pemda, Senin (30/9/2025).

Dalam rapat sebelumnya, Pemda disebut menawarkan tiga opsi: tanah dibeli, jalur jalan dipindahkan, atau kompensasi kepada pemilik. Namun, semua opsi itu ditolak pihak pemilik tanah.

“Tidak ada dasar hukum soal kompensasi sewa jalan. Kalau mau dibeli, kami juga tolak, karena klien kami tidak berniat menjual. Kalau mau pindah jalan, silakan. Hari ini juga kami siap portal,” ujarnya.

Abidin menambahkan, BPN sudah berulang kali menegaskan status tanah itu milik Irene Lie, termasuk pada rapat 26 Juli 2025. Karena itu, munculnya rencana pengkajian ulang dianggap tidak masuk akal.

“Kalau Pemda merasa tanah itu milik mereka, tempuh jalur PTUN. Jangan digantung, jangan dibuat abu-abu. Ini pemerintahan, bukan forum politik,” katanya.

Ia bahkan menyebut sikap Pemda yang meragukan keputusan BPN sebagai pola pikir kolonial.

“Kalau pemerintah daerah tidak percaya BPN, artinya tidak percaya negara. Itu kerdil dalam memahami hukum tata negara,” ucapnya dengan nada keras.

Sebagai langkah tegas, Abidin memberikan batas waktu 3 x 24 jam bagi Pemda Kuningan untuk menindaklanjuti hasil kesepakatan. Jika tidak, pihaknya siap menutup akses jalan dengan portal dan melaporkan dugaan penyerobotan tanah kepada aparat penegak hukum.

“Kami tidak anti pembangunan, tapi hak kami dilindungi negara. Jangan sampai pemerintah yang justru menginjak-injak hak rakyat,” tegasnya.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena dinilai mencerminkan rapuhnya tata kelola pemerintahan daerah dalam menegakkan asas kepastian hukum. Ketika lembaga resmi negara seperti BPN telah mengakui kepemilikan, tetapi pemerintah daerah masih menggantung keputusan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya hak individu, melainkan kredibilitas pemerintah sendiri.

(A. Sulis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *