DPRD, OPINI  

Nikah Siri Legislator, Krisis Etika dan Luka Moral di DPRD Kuningan

KUNINGAN, DjalapaksiNews – Kasus nikah sirih yang menyeret seorang anggota DPRD Kuningan dari Fraksi PKS kini menjadi sorotan publik. Persoalan ini tidak lagi dipandang sebagai urusan pribadi, melainkan telah merambah ke ranah etik dan moralitas seorang pejabat publik.

Keresahan masyarakat kian memuncak ketika pernikahan sirih tersebut terbongkar dan diketahui sejumlah kalangan bahkan di beberapa media pun beredar. Alih-alih bersikap bijak, sang anggota dewan justru menjatuhkan talak tiga kepada istri sirinya secara mendadak. Tindakan ini dianggap mencederai martabat perempuan sekaligus memperburuk citra lembaga DPRD di mata rakyat.

Dalam hukum Islam, nikah sirih memang dibolehkan. Namun syariat memberi batasan tegas agar praktik itu tidak melahirkan kezaliman dan penyalahgunaan, dalam Al Quran dan hadis riwayat pun dijelaskan bahwa “Tidak boleh dilakukan secara zalim (HR. Muslim, no. 2578), Tidak bisa dibenarkan untuk kepentingan politik atau pencitraan pribadi (QS. An-Nahl: 94), Perceraian harus dilakukan secara beradab (QS. Al-Baqarah: 228).”

Dengan demikian, masalah utama bukan pada sah atau tidaknya nikah siri, melainkan pada cara dan konsekuensi yang lahir darinya. Menikah lalu menceraikan secara semena-mena jelas bertentangan dengan nilai syariat dan prinsip keadilan.

Krisis Etika DPRD Kuningan

Tragedi talak tiga yang dijatuhkan secara tergesa-gesa memperlihatkan krisis etika yang serius. Seorang wakil rakyat, yang seharusnya menjadi teladan moral, justru terjebak dalam perilaku yang merendahkan martabat perempuan. Akibatnya, yang tercoreng bukan hanya nama pribadi, tetapi juga wibawa DPRD sebagai lembaga.

Dalam kasus ini, publik menuntut Badan Kehormatan DPRD Kuningan dan Dewan Etik Daerah PKS untuk tidak tinggal diam. Keduanya memiliki mandat menjaga marwah institusi. BK DPRD harus berani menindak sesuai kode etik tanpa intervensi politik, sementara DED PKS wajib menunjukkan sikap konsisten dengan nilai-nilai yang selama ini mereka usung.

Jika keduanya gagal bersikap tegas, maka yang hilang bukan hanya kehormatan seorang anggota dewan, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap DPRD dan partai politik itu sendiri.

Opini: Luka Moral yang Tak Bisa Ditutupi

Nikah siri boleh jadi dibolehkan secara syariat, tetapi mempermainkan ikatan pernikahan, menzalimi pasangan, dan menjadikan perceraian sebagai tameng politik jelas bukan ajaran Islam. Kasus ini telah menjadi luka moral di ruang publik.

Kini, masyarakat menunggu apakah DPRD Kuningan dan PKS benar-benar berani menegakkan etika. Sebab jika tidak, krisis ini akan menjadi noda permanen yang meruntuhkan kepercayaan rakyat.

(A. Sulis)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *