OPINI  

Dapur MBG Kuningan, Antara Bisnis Politikus Dan Ancaman Gizi Anak

KUNINGAN, DjalapaksiNews – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat sejak Januari 2025 semestinya menjadi terobosan untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat, terutama anak sekolah, ibu hamil, dan balita. Namun di Kabupaten Kuningan, program ini justru melahirkan fenomena yang kontroversial yaitu dapur MBG yang dikelola langsung oleh politikus, baik anggota DPRD aktif maupun mantan legislator.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius. Alih-alih hanya menjadi pengawas kebijakan, sebagian politikus kini tampil sebagai pelaku bisnis dengan memanfaatkan program negara. Situasi ini jelas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merusak marwah lembaga perwakilan rakyat.

Program MBG memang menuntut manajemen logistik berskala besar yaitu ribuan paket makanan bergizi harus tersalurkan setiap hari. Namun ironisnya, kondisi ini hanya membuka peluang bagi pihak bermodal besar, sementara para pelaku UMKM dan petani lokal nyaris tak tersentuh.

Program yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi desa justru gagal menyerap hasil pertanian setempat. Beras, sayuran, dan bahan pangan lain lebih banyak dipasok lewat jalur luar. UMKM lokal yang mestinya bisa terlibat, akhirnya hanya jadi penonton.

Lebih ironisnya, UMKM dan Koperasi Susu Lokal Kuningan justru tidak pernah dilibatkan. Padahal keberadaan mereka bisa menjadi penopang utama penyediaan gizi khususnya susu segar untuk anak sekolah.Fakta ini makin memprihatinkan ketika terjadi nya kasus keracunan yang terjadi di salah satu sekolah di Kabupaten Kuningan yang diduga bersumber dari Ekspired susu kemasan.

Pertanyaan pun menyeruak, mengapa Pemerintah Daerah lebih memilih produk instan dari luar ketimbang memberdayakan para petani, UMKM, bahkan Koperasi Susu Lokal yang segar, sehat dan menggerakan ekonomi masyarakat Sendiri.

Politik dan Bisnis yang Bercampur

Keterlibatan politikus dalam pengelolaan dapur MBG seakan menegaskan bahwa program ini bukan sekedar agenda sosial. Politikus dengan akses modal dan jaringan tentu lebih mudah masuk. Ada yang mendirikan dapur secara terang-terangan, ada pula yang masuk melalui perusahaan keluarga, koperasi atau jaringan mitra, demi memastikan mereka ikut menikmati kue ekonomi. Skema ini mengukuhkan dapur MBG sebagai ladang bisnis yang menjanjikan dengan kepastian pasar dari pemerintah dan stabilitas produksi sepanjang tahun.

Namun, ketika politikus ikut terlibat, publik wajar mencurigai adanya keberpihakan dalam proses kontrak dan distribusi. Fungsi pengawasan DPRD pun rawan tumpul. Bagaimana mungkin mengawasi dengan objektif, jika sebagian pengawas justru ikut bermain di dalamnya?

Kualitas Masih Dipertanyakan

Meski program ini membuka lapangan kerja bagi sebagian masyarakat, kualitas makanan MBG di lapangan masih kerap dikeluhkan. Dari rasa, higienitas, hingga standar gizi semuanya bergantung pada keseriusan pengelola dapur. Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, risiko penurunan mutu sangat besar, apalagi jika orientasi utamanya hanya keuntungan.

Catatan Redaksi DjalapaksiNews

Program MBG di Kuningan memang memberi dampak ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja. Tetapi mirisnya, ia gagal menyentuh jantung ekonomi desa yaitu para petani dan para pelaku UMKM lokal. Program sosial yang mulia ini pun terancam berubah menjadi sarana memperkaya elite politik.

Keterlibatan politikus dalam dapur MBG bukan sekedar soal teknis, melainkan ujian moralitas politik. Apakah program ini dikelola untuk rakyat kecil, atau sekedar menjadi arena baru bagi segelintir elite untuk mengamankan keuntungan?

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan wajib memastikan transparansi, membuka ruang kompetisi yang sehat, dan mengembalikan marwah DPRD sebagai pengawas. Tanpa itu, program yang seharusnya menyelamatkan generasi justru akan tercederai oleh kepentingan politik jangka pendek.

(A. Sulis)

Oplus_16908288

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *