KUNINGAN, DjalapaksiNews, – Lima organisasi mahasiswa ekstra kampus di Kabupaten Kuningan menyerukan komitmen bersama untuk aktif mengawal pembangunan daerah yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada rakyat. Seruan ini muncul dalam forum bersama yang melibatkan PMII, HMI, IMM, GMNI, dan KAMMI, sebagai respons atas situasi sosial-politik dan tata kelola pembangunan yang dinilai masih menyisakan banyak persoalan mendasar.
Bertempat di salah satu lokasi wisata alam Kuningan, forum tersebut menjadi ruang temu gagasan lintas ideologi yang berujung pada satu tekad yaitu mahasiswa harus hadir sebagai agen perubahan nyata, bukan sekadar simbol pergerakan.
“Kami menilai banyak kebijakan daerah hari ini yang belum sepenuhnya menjawab kebutuhan rakyat. Oleh karena itu, peran mahasiswa sebagai social control harus dikembalikan ke marwahnya,” ujar Ketua HMI Cabang Kuningan dalam forum dialog terbuka itu.
Dari berbagai pandangan yang disampaikan, tampak jelas bahwa masing-masing organisasi mengangkat isu krusial yang sering luput dari perhatian publik maupun pemerintah. PMII mendorong penguatan literasi dan ekonomi kerakyatan, IMM menyoroti perlunya gerakan sosial yang solutif dan bermoral, sementara GMNI menegaskan pentingnya menjaga keberpihakan terhadap wong cilik dan semangat nasionalisme.
KAMMI dan HMI juga sepakat bahwa gerakan perubahan sosial berbasis nilai keislaman, data, dan riset akademik harus dikedepankan untuk memastikan arah pembangunan tetap berada di jalur yang benar.
Di tengah kondisi daerah yang kerap diwarnai isu ketimpangan anggaran, pelaksanaan program yang minim partisipasi publik, hingga lemahnya pengawasan atas kinerja eksekutif dan legislatif, langkah kolaboratif lintas organisasi ini menjadi isyarat penting: mahasiswa belum mati rasa.
“Bukan zamannya lagi mahasiswa hanya duduk di kelas. Kami terpanggil untuk terlibat aktif, mengkritisi, dan bila perlu turun ke jalan jika suara rakyat tidak didengar,” tegas salah satu peserta dari IMM.
Para ketua cabang juga sepakat bahwa sinergi lintas warna almamater ini bukan sekadar simbol persatuan, melainkan strategi bersama untuk meneguhkan posisi mahasiswa sebagai pilar moral bangsa.
“Perbedaan ideologi bukan alasan untuk diam. Justru dari keragaman itu lahir kekuatan. Kami bersatu untuk Kuningan yang lebih adil, maju, dan berpihak pada rakyat,” ujar para ketua cabang secara bergantian.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk konsolidasi awal yang dapat berkembang menjadi gerakan advokasi atau tekanan politik mahasiswa jika ke depan pemerintah daerah tidak menunjukkan perubahan nyata dalam pola kepemimpinan dan tata kelola pembangunan.
(A. Sulis)












