KUNINGAN, DjalapaksiNews, – Masjid tak lagi cukup hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Ia harus mampu menjadi pusat gerakan sosial, ekonomi, hingga penguatan karakter umat. Inilah semangat yang diusung Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kuningan melalui kegiatan bertajuk “Optimalisasi Peran dan Fungsi Masjid dalam Membangun Umat Melalui Penguatan Badan Kesejahteraan Masjid (BKM)”, Senin (28/7/2025).
Bertempat di Aula MTsN 3 Kuningan, sebanyak 250 pengurus BKM dari berbagai kecamatan dikumpulkan untuk memperkuat kapasitas dan peran strategis mereka dalam pengelolaan masjid.
Kepala Seksi Bimas Islam, H. Ridlo Maulana, menegaskan bahwa tantangan umat saat ini menuntut masjid untuk lebih aktif menjawab persoalan masyarakat.
“Masjid tidak boleh hanya menjadi simbol ibadah. Ia harus menjadi pusat pembinaan, edukasi, bahkan pemberdayaan ekonomi umat,” katanya.
Kepala Kemenag Kuningan, H. Ahmad Handiman Romdony, yang membuka acara secara resmi, menyampaikan bahwa profesionalisme dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam memaksimalkan peran masjid.
“BKM harus menjadi motor penggerak kemaslahatan umat. Masjid harus hidup dan hadir di tengah problem sosial, bukan hanya menunggu jemaah,” tegasnya.
Kegiatan ini diisi oleh pemateri dari berbagai instansi dan latar belakang, di antaranya:
Wawan Gusmawan, S.H. (Humas Kejari Kuningan) membawakan materi soal pentingnya pemahaman hukum dan nilai kebangsaan bagi pengurus BKM.
H. Yusron Kholid, M.Si. (Pimpinan BAZNAS Kuningan) menekankan peran masjid dalam pengentasan kemiskinan melalui program ekonomi umat.
Lukman Hakim (Kanit III Sat Intelkam Polres Kuningan) menyampaikan urgensi moderasi beragama sebagai benteng menjaga keutuhan masyarakat.
Drs. H. Ahmad Sadudin, M.Pd. (Ketua DKM Miftahussaadah Cidahu) memaparkan strategi manajemen masjid yang efektif dan inovatif.
Antusiasme peserta terlihat tinggi. Banyak dari mereka berharap kegiatan serupa terus dilanjutkan dan diperluas ke tingkat kecamatan dan desa.
Dengan pelatihan ini, Kemenag Kuningan berharap masjid tidak lagi bersifat pasif, tetapi menjadi ruang aktualisasi sosial-keagamaan yang inklusif, moderat, dan transformatif di tengah masyarakat.
(A. Sulis)












