OPINI  

Vika Rahmawati: Perempuan PMII Menuju Kepemimpinan Inklusif

KUNINGAN, DjalapaksiNews, – Isu kesetaraan gender dalam tubuh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kembali mendapat sorotan. Kali ini, suara kritis datang dari Vika Rahmawati, kader PMII Komisariat Universitas Islam Al-Ihya (Unisa) Kuningan, yang menegaskan pentingnya membangun kepemimpinan inklusif dengan memberi ruang setara bagi perempuan.

“PMII memang menjadi ruang bagi kaderisasi intelektual, tapi masih banyak hambatan struktural dan budaya patriarki yang membatasi langkah perempuan untuk berada di posisi strategis,” ujar Vika melalui pesan WhatsApp, pada Jumat (25/7/2025).

Menurutnya, masih ada anggapan keliru yang melekat pada sosok perempuan, seperti dianggap kurang tegas, terlalu emosional, atau tidak tahan menghadapi dinamika organisasi. Pandangan semacam itu, kata Vika, hanya memperkuat bias gender yang tak berdasar.

“Padahal, itu hanya mitos. Kepemimpinan perempuan tidak kalah, bahkan sering kali menghadirkan pendekatan yang lebih empatik, kolaboratif, dan transformatif,” ungkapnya.

Vika menyebutkan bahwa banyak kader perempuan PMII yang telah menunjukkan kapasitas luar biasa, menembus batas rayon hingga tingkat nasional. Sayangnya, perjuangan mereka masih sering terhambat oleh konstruksi sosial dan ketidaksetaraan dalam proses kaderisasi.

“PMII harus lebih progresif dalam membuka ruang aman dan adil bagi kader perempuan. Ini bukan soal kuota, tapi soal keadilan dalam proses kaderisasi dan keberanian untuk menghapus tembok-tembok kultural yang selama ini membatasi,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya memasukkan perspektif kesetaraan gender dalam seluruh proses pendidikan kader, mulai dari MAPABA, PKD, hingga PKN.

“Pemimpin tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan oleh visi, dedikasi, dan kapasitas. Sudah waktunya kita mengikis cara pikir lama yang bias,” kata Vika.

Lebih jauh, Vika menegaskan bahwa kepemimpinan perempuan dalam PMII bukanlah hal yang luar biasa, melainkan sesuatu yang seharusnya menjadi bagian dari dinamika organisasi secara alami.

“Organisasi besar adalah organisasi yang mampu merawat keberagaman, termasuk keberagaman gender. Dan jika PMII ingin tetap relevan dan responsif terhadap tantangan zaman, maka membangun kepemimpinan yang inklusif adalah harga mati,” pungkasnya.

Menurutnya, perubahan sejati hanya akan terjadi jika perempuan tidak hanya diberi ruang, tetapi juga didukung penuh untuk mengambil peran di posisi-posisi strategis.

“Di tangan srikandi pergerakan, perubahan bukan lagi mimpi melainkan sedang terjadi,” tutupnya penuh optimisme.

(A. Sulis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *